JAKARTA - Upaya memperkuat posisi industri furnitur Indonesia di pasar global terus digencarkan.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia memandang perlunya dukungan kebijakan fiskal agar sektor ini mampu tumbuh lebih agresif dan berdaya saing tinggi di tengah persaingan internasional yang semakin ketat.
Dorongan tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan antara Kadin dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pertemuan ini menjadi ruang dialog strategis untuk membahas tantangan sekaligus peluang pengembangan industri furnitur sebagai salah satu andalan ekspor nasional.
Fokus pembahasan tidak hanya pada peningkatan kinerja ekspor, tetapi juga pada penguatan struktur industri dari hulu hingga hilir. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, industri furnitur diharapkan mampu memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia.
Dialog Strategis Kadin dan Kementerian Keuangan
Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie menyampaikan bahwa audiensi dengan Menteri Keuangan menjadi langkah penting untuk mendorong keberpihakan kebijakan kepada industri furnitur. Diskusi tersebut berlangsung di Kementerian Keuangan RI pada Jumat.
Dalam pertemuan itu, Kadin menekankan besarnya potensi pasar furnitur global yang belum tergarap optimal oleh Indonesia. Nilai pasar dunia yang mencapai ratusan miliar dolar AS dinilai kontras dengan kontribusi ekspor nasional yang masih relatif kecil.
“Pasar furnitur dunia nilainya sekitar US$ 300 miliar, sementara kontribusi Indonesia masih di kisaran US$ 2,5 miliar,” kata Anindya dalam keterangan tertulis, Jumat.
Menurut Anindya, kesenjangan tersebut menunjukkan ruang besar yang masih bisa dimanfaatkan. Namun, untuk masuk lebih dalam ke pasar global, pelaku industri membutuhkan dukungan konkret, terutama dari sisi pembiayaan dan kebijakan fiskal.
Akses Pembiayaan dan Penguatan Bahan Baku Lokal
Dalam pembahasan lanjutan, Kadin dan Kementerian Keuangan juga menyoroti pentingnya akses pendanaan dengan bunga yang lebih kompetitif. Skema pembiayaan yang terjangkau dinilai dapat mendorong pelaku industri meningkatkan kapasitas produksi dan ekspor.
Selain pembiayaan, penguatan industrialisasi berbasis sumber daya alam dalam negeri turut menjadi perhatian. Salah satu komoditas yang disorot adalah rotan, yang selama ini menjadi bahan baku unggulan industri furnitur Indonesia.
“Sebanyak 85% sumber daya rotan dunia ada di Indonesia. Ini seharusnya menjadi kekuatan utama kita,” imbuh Anindya.
Pemanfaatan rotan secara optimal tidak hanya berpotensi meningkatkan nilai tambah ekspor, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama furnitur berbasis material alami. Hal ini dinilai sejalan dengan tren global yang semakin mengedepankan produk berkelanjutan.
Diversifikasi Pasar dan Peran UMKM
Kadin juga menilai ketergantungan ekspor furnitur Indonesia pada satu pasar utama perlu segera dikurangi. Saat ini, hampir enam puluh persen ekspor furnitur nasional masih bergantung pada pasar Amerika Serikat.
Kondisi tersebut dinilai berisiko apabila terjadi perlambatan ekonomi atau perubahan kebijakan di negara tujuan. Oleh karena itu, strategi diversifikasi pasar menjadi salah satu topik penting dalam diskusi bersama Kementerian Keuangan.
Pasar alternatif seperti Kanada dan Uni Eropa disebut memiliki potensi besar untuk digarap lebih serius. Dengan pendekatan yang tepat, diversifikasi ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekspor furnitur Indonesia.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Pembangunan Berkelanjutan Kadin Indonesia Shinta W. Kamdani turut menekankan peran strategis UMKM dalam industri furnitur. Menurutnya, sektor ini selama ini menjadi penopang penting perekonomian nasional.
“Diperlukan ekosistem yang memadai agar UMKM dapat terintegrasi dengan rantai pasok industri yang lebih besar dan berorientasi ekspor,” ujar Shinta.
Integrasi UMKM ke dalam rantai pasok global dinilai dapat memperluas manfaat ekonomi dan menciptakan pemerataan pertumbuhan. Dukungan kebijakan menjadi kunci agar UMKM mampu naik kelas dan bersaing di pasar internasional.
Harapan Industri terhadap Dukungan Pemerintah
Dari sisi pelaku usaha, harapan terhadap dukungan pemerintah juga disampaikan secara terbuka. Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur menilai pembiayaan menjadi salah satu kendala utama pengembangan industri furnitur.
Ia berharap adanya langkah konkret berupa penurunan bunga atau fasilitas khusus pembiayaan murah bagi pelaku industri. Menurutnya, skema pembiayaan yang ada saat ini masih belum sepenuhnya menjawab kebutuhan industri.
Sobur mencontohkan bahwa bunga pembiayaan melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia bisa berada di kisaran enam persen. Namun, volume pembiayaan tersebut dinilai masih terbatas dan belum mampu mendorong lonjakan ekspor secara signifikan.
“Volume ekspor masih sekitar Rp 200 miliar. Kami berharap bisa ditingkatkan hingga Rp 16 triliun agar industri furnitur bisa terdorong tumbuh hingga ekspor US$ 6 miliar,” imbuh Sobur.
Ia menegaskan bahwa dengan dukungan pembiayaan yang memadai, industri furnitur nasional memiliki kapasitas untuk tumbuh lebih besar. Potensi bahan baku, tenaga kerja, dan kreativitas desain dinilai menjadi modal kuat untuk bersaing di pasar global.
Melalui dialog antara Kadin, Kementerian Keuangan, dan pelaku industri, diharapkan lahir kebijakan yang mampu memperkuat daya saing furnitur Indonesia. Insentif fiskal, pembiayaan murah, serta strategi pasar yang tepat menjadi kunci untuk mendorong ekspor furnitur nasional ke level yang lebih tinggi.